Senin, 03 Desember 2018

MENAPAKI JEJAK KISAH CINTA DALAM PERBEDAAN DI CANDI PLAOSAN


Hari itu nampak begitu cerah ketika saya memutuskan untuk mulai perjalanan keliling kota Yogyakarta. Beberapa destinasi sudah saya siapkan jauh-jauh hari bersama teman saya, ini selayaknya sebuah hadiah ulang tahun untuk diri saya sendiri, untuk lebih mengenal bangsa ini lewat perjalanan-perjalanan kecil kami. Beberapa destinasi yang saya pilih adalah beberapa candi kecil yang belum terlalu terkenal oleh wisatawan, tak seperti halnya Candi Borobudur atau juga Candi Prambanan yang sudah sangat terkenal bahkan oleh wisatawan mancanegara. Alasan saya memilih beberapa candi kecil yang belum terkenal hanya karena semata-mata rasa penasaran saya terhadap kisah yang menyertai bangunan candi tersebut, menurut saya sekecil apapun pasti ada suatu cerita yang menarik untuk dipelajari dan kemudian nantinya bisa dikisahkan kembali kepada generasi yang akan datang. Walau terdengar sedikit klise yang mana ketika kebanyakan wisatawan domestik lebih tertarik hal-hal yang bersifat dokumentasi saja dibandingkan ketertarikan tentang sebuah makna dan cerita dibalik sebuah destinasi sedang di sisi lain wisatawan asing justru sibuk menggali cerita dari sebuah destinasi di negeri ini.
Dan salah satu destinasi candi yang membuat saya takjub adalah Candi Plaosan Lor. Candi yang indah dan megah, namun bagi saya cerita dibaliknya justru yang lebih membuat saya merasa takjub dan kelak akan saya agendakan lagi untuk mengunjungi candi ini. Jika di India punya Taj-Mahal sebagai bangunan yang menjadi simbol dan monumen kisah cinta abadi maka di Indonesia juga punya hal semacam itu dan kisah dibalik Candi Plaosan Lor inilah yang seolah membawa saya menapaki jejak kisah cinta yang indah dalam sebuah perbedaan.
Perjalanan saya menuju ke Candi Plaosan tidaklah terlalu sulit, memang area Joglosemar (Jogja-Solo-Semarang) adalah salah satu daerah wisata yang sudah siap untuk menerima kunjungan wisatawan baik domestik maupun mancanegara, makanya tak heran jika area ini ditetapkan oleh Kementerian Pariwisata sebagai salah satu dari 10 Destinasi Wisata Branding dengan Slogan Java Cultural Wonder. Moda transportasi sebagai akomodasi cukup banyak pilihan, jasa penyewaan motor dan mobilpun banyak, penginapan dari berbagai tipe juga tersedia di segala sudut, kulinerpun bertebaran di mana saja, serta akses ke tempat wisata yang sudah cukup baik walau masih perlu perbaikan ke depannya untuk beberapa wilayah.
Hari sudah sinag banhkan hampir menjelah sore ketika saya sampai di Candi Plaosan Lor, dan saya merasa beruntung mendapatkan sopir pengantar yang memang sudah tahu seluk beluk Jogja, sehingga bisa mendapatkan banyak cerita dari beliau. Sebenarnya candi di kawasan Plaosan itu ada 2 yaitu Plaosan Lor dan Plaosan Kidul, dan percandian ini juga tak jauh dari komplek Candi Prambanan.
Tiket masuk ke Candi Plaosan Lor sangatlah murah, hanya cukup membayar lima ribu rupiah saja atau lebih tepatnya sebagai retribusi dan kemudian mengisi buku tamu, dan itu juga sudah termasuk jika kita mau ke Candi Plaosan Kidul juga. Tak seperti Candi Prambanan atau Candi Borobudur, Candi Plaosan Lor masih terbilang lebih sepi pengunjungnya. Kompleks percandian ini masih dikelilingi area persawahan, tapi ini justru membuat saya puas menikmati Candi Plaosan Lor ini.
Dari pintu gerbang nampak tinggi menjulang bangunan dari candi utamanya, dan nampak indah sekali, dan bukan hanya satu bangunan candi utama tetapi ada dua bangunan candi utama di sisi selatan dan sisi utara, ini kenapa Candi Plaosan Lor sering disebut juga Candi Kembar. Sebagai orang awam seperti saya sekilas nampak dari jauh saya kira Candi Plaosan Lor adalah candi Hindu tapi ternyata setelah diamati lebih dekat banyak stupa-stupa menghiasi kemuncak candi ini, selain itu bangunan candi perwaranya juga ada yang berupa bangunan stupa, sehingga dapat dipastikan bahwa Candi Plaosan Lor sebenarnya adalah candi bercorak Budha, dengan unsur Hindu yang menjadi perpaduannya, inilah kenapa membuat saya lebih tertarik lagi untuk mengetahui kenapa kental sekali unsur Hindu pada Candi Plaosan Lor.
Dari berbagai sumber mengatakan bahwa Candi Plaosan Lor dibangun sekitar abad ke-9 pada masa pemerintahan Rakai Pikatan (Mataram Kuno) dari wangsa Sanjaya yang beragama Hindu, dibangun untuk permaisuri tercintanya yaitu Pramodhyawardani keturunan dari wangsa Syailendra yang memeluk agama Budha. Inilah kenapa bisa kita pahami bahwa unsur perpaduan Hindu dan Budha sangat kental pada komplek Candi Plaosan Lor ini. Bagunan candi utamanya terdapat juga perbedaan, pada candi utama bagian selatan dominan dihiasi relief-rellief dengan sosok tokoh laki-laki sedang pada bangunan candi utama bagian utara reliefnya berupa tokoh-tokoh perempuan, dan konon relief-relief yang menggambarkan sosok laki-laki dan perempuan yang mendekati ukuran sebenarnya tersebut adalah bentuk kekaguman satu sama lain antara Rakai pikatan dengan permaisurinya, sehingga dari sinilah kita bisa menapaki setiap jejak kisah cinta yang indah dalam sebuah perbedaan yang penuh rasa toleransi dan menghasilkan bangunan candi yang indah dan masih bisa kita nikmati hingga saat ini. Relief-relief pada bangunan utama candi juga terukir dengan sangat indah dan halus menandakan bahwa bangsa kita dahulunya sudah begitu maju dalam teknologi seni pahat dan ukir, bahkan bangunan utama juga sudah menggunakan teknologi bangunan berlantai dua. Sungguh hebat para pendahulu kita.
Walau bangunan candi utamanya berada di sisi sebelah selatan dan utara yang dipisahkan oleh tembok batu yang juga mengelilingi area kedua bangunan candi utama tersebut, akan tetapi kedua bangunan candi utama ini masih dalam satu komplek Candi Plaosan Lor, sedang Candi Plaosan Kidul sendiri berjarak sekitar 200meter ke arah selatan dan dipisahkan oleh jalan raya,  dan sampai saat ini untuk Candi Plaosan Kidul masih hanya ditemukan candi perwaranya dan belum diketahui apakah memiliki candi induk atau tidak.
Jika kita amati ke sekeliling di luar dinding batu yang memagari kedua bangunan candi utama, kita akan menemukan reruntuhan batu dari candi perwara atau candi pendamping, saya membayangkan jika saja semua candi perwara tersebut bisa direstorasi, pasti akan sangat indah komplek Candi Plaosan Lor ini. Konon jumlah candi perwara tersebut adalah 174 bangunan candi, terdiri atas 58 candi perwarna bernentuk persegi yang terletak pada sisi bagian dalam atau dekat dengan pagar batu yang mengelilingi bangunan candi utama, dan sisanya sebanyak 116 berupa bangunan berbentuk stupa yang mengelilingi area terluar dari komplek Candi Plaosan Lor. Pasti sangat megah dan indah kala itu saat bangunan candi semua masih berdiri sempurna. Kemudian di area terluar komplek candi di bagian sebelah barat, di depan masing-masing candi utama terdapat sepasang arca Dwarapala yang saling berhadapan, arca ini sebagai pintu gerbang masuk komplek candi ini, jadi bisa diduga candi ini menghadap ke arah barat tentunya.
Mulai saat itu saya jatuh cinta dengan Candi Plaosan Lor selayaknya cinta juga yang menjadi dasar candi ini berdiri. Saya dan teman saya menikmati detail dari komplek percandian ini, bahkan kami mengamati ada beberapa rombongan kecil wisatawan asing yang datang dengan seorang pemandu, mereka begitu takjub dengan cerita dari Candi Plaosan Lor ini, bahkan saya dan teman saya sengaja ikut berjalan di belakang rombongan-rombongan wisatawan asing tersebut agar bisa mendapatkan juga lebih banyak cerita yang menarik, hingga tak terasa waktu sudah terlalu sore dan kami pun harus beranjak untuk pulang dengan membawa rasa cinta yang lebih besar lagi kepada negeri Indonesia ini. Sudah selaknya bangsa kita banyak belajar dari pendahulu-pendahulunya bahwasanya perbedaan bukan sebuah alasan untuk tidak saling menebarkan cinta dan kasih di negeri ini.
Jika bukan kita siapa lagi yang menyerukan tentang arti keberagaman dan toleransi di negeri ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar