Hari itu nampak begitu cerah ketika saya memutuskan untuk mulai
perjalanan keliling kota Yogyakarta. Beberapa destinasi sudah saya siapkan
jauh-jauh hari bersama teman saya, ini selayaknya sebuah hadiah ulang tahun
untuk diri saya sendiri, untuk lebih mengenal bangsa ini lewat
perjalanan-perjalanan kecil kami. Beberapa destinasi yang saya pilih adalah
beberapa candi kecil yang belum terlalu terkenal oleh wisatawan, tak seperti
halnya Candi Borobudur atau juga Candi Prambanan yang sudah sangat terkenal
bahkan oleh wisatawan mancanegara. Alasan saya memilih beberapa candi kecil
yang belum terkenal hanya karena semata-mata rasa penasaran saya terhadap kisah
yang menyertai bangunan candi tersebut, menurut saya sekecil apapun pasti ada
suatu cerita yang menarik untuk dipelajari dan kemudian nantinya bisa
dikisahkan kembali kepada generasi yang akan datang. Walau terdengar sedikit
klise yang mana ketika kebanyakan wisatawan domestik lebih tertarik hal-hal yang
bersifat dokumentasi saja dibandingkan ketertarikan tentang sebuah makna dan
cerita dibalik sebuah destinasi sedang di sisi lain wisatawan asing justru
sibuk menggali cerita dari sebuah destinasi di negeri ini.
Dan salah satu destinasi candi yang membuat saya takjub adalah Candi
Plaosan Lor. Candi yang indah dan megah, namun bagi saya cerita dibaliknya
justru yang lebih membuat saya merasa takjub dan kelak akan saya agendakan lagi
untuk mengunjungi candi ini. Jika di India punya Taj-Mahal sebagai bangunan
yang menjadi simbol dan monumen kisah cinta abadi maka di Indonesia juga punya
hal semacam itu dan kisah dibalik Candi Plaosan Lor inilah yang seolah membawa
saya menapaki jejak kisah cinta yang indah dalam sebuah perbedaan.
Perjalanan saya menuju ke Candi Plaosan tidaklah terlalu sulit, memang
area Joglosemar (Jogja-Solo-Semarang) adalah salah satu daerah wisata yang
sudah siap untuk menerima kunjungan wisatawan baik domestik maupun mancanegara,
makanya tak heran jika area ini ditetapkan oleh Kementerian Pariwisata sebagai
salah satu dari 10 Destinasi Wisata Branding dengan Slogan Java Cultural
Wonder. Moda transportasi sebagai akomodasi cukup banyak pilihan, jasa
penyewaan motor dan mobilpun banyak, penginapan dari berbagai tipe juga
tersedia di segala sudut, kulinerpun bertebaran di mana saja, serta akses ke
tempat wisata yang sudah cukup baik walau masih perlu perbaikan ke depannya
untuk beberapa wilayah.
Hari sudah sinag banhkan hampir menjelah sore ketika saya sampai di
Candi Plaosan Lor, dan saya merasa beruntung mendapatkan sopir pengantar yang
memang sudah tahu seluk beluk Jogja, sehingga bisa mendapatkan banyak cerita
dari beliau. Sebenarnya candi di kawasan Plaosan itu ada 2 yaitu Plaosan Lor
dan Plaosan Kidul, dan percandian ini juga tak jauh dari komplek Candi
Prambanan.
Tiket masuk ke Candi Plaosan Lor sangatlah murah, hanya cukup membayar
lima ribu rupiah saja atau lebih tepatnya sebagai retribusi dan kemudian
mengisi buku tamu, dan itu juga sudah termasuk jika kita mau ke Candi Plaosan
Kidul juga. Tak seperti Candi Prambanan atau Candi Borobudur, Candi Plaosan Lor
masih terbilang lebih sepi pengunjungnya. Kompleks percandian ini masih
dikelilingi area persawahan, tapi ini justru membuat saya puas menikmati Candi
Plaosan Lor ini.
Dari pintu gerbang nampak tinggi menjulang bangunan dari candi utamanya,
dan nampak indah sekali, dan bukan hanya satu bangunan candi utama tetapi ada dua
bangunan candi utama di sisi selatan dan sisi utara, ini kenapa Candi Plaosan
Lor sering disebut juga Candi Kembar. Sebagai orang awam seperti saya sekilas
nampak dari jauh saya kira Candi Plaosan Lor adalah candi Hindu tapi ternyata
setelah diamati lebih dekat banyak stupa-stupa menghiasi kemuncak candi ini,
selain itu bangunan candi perwaranya juga ada yang berupa bangunan stupa,
sehingga dapat dipastikan bahwa Candi Plaosan Lor sebenarnya adalah candi
bercorak Budha, dengan unsur Hindu yang menjadi perpaduannya, inilah kenapa
membuat saya lebih tertarik lagi untuk mengetahui kenapa kental sekali unsur
Hindu pada Candi Plaosan Lor.
Dari berbagai sumber mengatakan bahwa Candi Plaosan Lor dibangun sekitar
abad ke-9 pada masa pemerintahan Rakai Pikatan (Mataram Kuno) dari wangsa
Sanjaya yang beragama Hindu, dibangun untuk permaisuri tercintanya yaitu
Pramodhyawardani keturunan dari wangsa Syailendra yang memeluk agama Budha.
Inilah kenapa bisa kita pahami bahwa unsur perpaduan Hindu dan Budha sangat
kental pada komplek Candi Plaosan Lor ini. Bagunan candi utamanya terdapat juga
perbedaan, pada candi utama bagian selatan dominan dihiasi relief-rellief
dengan sosok tokoh laki-laki sedang pada bangunan candi utama bagian utara
reliefnya berupa tokoh-tokoh perempuan, dan konon relief-relief yang
menggambarkan sosok laki-laki dan perempuan yang mendekati ukuran sebenarnya
tersebut adalah bentuk kekaguman satu sama lain antara Rakai pikatan dengan
permaisurinya, sehingga dari sinilah kita bisa menapaki setiap jejak kisah
cinta yang indah dalam sebuah perbedaan yang penuh rasa toleransi dan
menghasilkan bangunan candi yang indah dan masih bisa kita nikmati hingga saat
ini. Relief-relief pada bangunan utama candi juga terukir dengan sangat indah
dan halus menandakan bahwa bangsa kita dahulunya sudah begitu maju dalam
teknologi seni pahat dan ukir, bahkan bangunan utama juga sudah menggunakan
teknologi bangunan berlantai dua. Sungguh hebat para pendahulu kita.
Walau bangunan candi utamanya berada di sisi sebelah selatan dan utara
yang dipisahkan oleh tembok batu yang juga mengelilingi area kedua bangunan
candi utama tersebut, akan tetapi kedua bangunan candi utama ini masih dalam
satu komplek Candi Plaosan Lor, sedang Candi Plaosan Kidul sendiri berjarak
sekitar 200meter ke arah selatan dan dipisahkan oleh jalan raya, dan sampai saat ini untuk Candi Plaosan Kidul
masih hanya ditemukan candi perwaranya dan belum diketahui apakah memiliki
candi induk atau tidak.
Jika kita amati ke sekeliling di luar dinding batu yang memagari kedua
bangunan candi utama, kita akan menemukan reruntuhan batu dari candi perwara
atau candi pendamping, saya membayangkan jika saja semua candi perwara tersebut
bisa direstorasi, pasti akan sangat indah komplek Candi Plaosan Lor ini. Konon
jumlah candi perwara tersebut adalah 174 bangunan candi, terdiri atas 58 candi
perwarna bernentuk persegi yang terletak pada sisi bagian dalam atau dekat
dengan pagar batu yang mengelilingi bangunan candi utama, dan sisanya sebanyak
116 berupa bangunan berbentuk stupa yang mengelilingi area terluar dari komplek
Candi Plaosan Lor. Pasti sangat megah dan indah kala itu saat bangunan candi
semua masih berdiri sempurna. Kemudian di area terluar komplek candi di bagian
sebelah barat, di depan masing-masing candi utama terdapat sepasang arca
Dwarapala yang saling berhadapan, arca ini sebagai pintu gerbang masuk komplek
candi ini, jadi bisa diduga candi ini menghadap ke arah barat tentunya.
Mulai saat itu saya jatuh cinta dengan Candi Plaosan Lor selayaknya
cinta juga yang menjadi dasar candi ini berdiri. Saya dan teman saya menikmati
detail dari komplek percandian ini, bahkan kami mengamati ada beberapa
rombongan kecil wisatawan asing yang datang dengan seorang pemandu, mereka
begitu takjub dengan cerita dari Candi Plaosan Lor ini, bahkan saya dan teman
saya sengaja ikut berjalan di belakang rombongan-rombongan wisatawan asing
tersebut agar bisa mendapatkan juga lebih banyak cerita yang menarik, hingga
tak terasa waktu sudah terlalu sore dan kami pun harus beranjak untuk pulang
dengan membawa rasa cinta yang lebih besar lagi kepada negeri Indonesia ini.
Sudah selaknya bangsa kita banyak belajar dari pendahulu-pendahulunya
bahwasanya perbedaan bukan sebuah alasan untuk tidak saling menebarkan cinta
dan kasih di negeri ini.
Jika bukan kita siapa lagi yang menyerukan tentang arti keberagaman dan
toleransi di negeri ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar